Friday, November 15, 2013

7 Masalah Kesehatan Mental Remaja

google.com
Sebanyak 29% penduduk dunia terdiri dari remaja, dan 80% diantaranya tinggal di negara berkembang. Berdasarkan sensus di Indonesia pada tahun 2005, jumlah remaja yang berusia 10 – 19 tahun adalah sekitar 41 juta orang (20% dari jumlah total penduduk Indonesia dalam tahun yang sama). Dalam era globalisasi ini banyak tantangan yang harus dihadapi oleh para remaja yang tinggal di kota besar di Indonesia, tidak terkecuali yang tinggal di daerah perdesaan seperti, tuntutan sekolah yang bertambah tinggi, akses komunikasi/internet yang bebas, dan juga siaran media baik tulis maupun elektronik. Mereka dituntut untuk menghadapi berbagai kondisi tersebut baik yang positif maupun yang negatif, baik yang datang dari dalam diri mereka sendiri maupun yang datang dari lingkungannya. Dengan demikian, remaja harus mempunyai berbagai keterampilan dalam hidup mereka sehingga mereka dapat sukses melalui fase ini dengan optimal.
Dalam psikologi perkembangan remaja dikenal sedang dalam fase pencarian jati
diri yang penuh dengan kesukaran dan persoalan. Fase perkembangan remaja ini
berlangsung cukup lama kurang lebih 11 tahun, mulai usia 11-19 tahun pada wanita
dan 12-20 tahun pada pria. Fase perkebangan remaja ini dikatakan fase pencarian
jati diri yang penuh dengan kesukaran dan persoalan adalah karena dalam fase ini
remaja sedang berada di antara dua persimpangan antara dunia anak-anak dan dunia
orang-orang dewasa.
Kesulitan dan persoalan yang muncul pada fase remaja ini bukan hanya muncul pada
diri remaja itu sendiri melainkan juga pada orangtua, guru dan masyarakat.
Dimana dapat kita lihat seringkali terjadi pertentangan antara remaja dengan
orangtua, remaja dengan guru bahkan dikalangan remaja itu sendiri.
Keberadaan remaja  yang ada di antara dua persimpangan fase perkembanganlah (fase interim) yang  membuat fase remaja penuh dengan kesukaran dan persoalan. Dapat dipastikan bahwa  seseorang yang sedang dalam keadaan transisi atau peralihan dari suatu keadaan  ke keadaan yang lain seringkali mengalami gejolak dan goncangan yang terkadang  dapat berakibat buruk bahkan fatal bahkan dapat menyebabkan kematian.

Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak. Pada masa ini mood (suasana hati) bisa berubah dengan sangat cepat. Perubahan mood (swing) yang drastis pada para remaja ini seringkali dikarenakan beban pekerjaan rumah, pekerjaan sekolah, atau kegiatan sehari-hari di rumah. Meski mood remaja yang mudah berubah-ubah dengan cepat, hal tersebut belum tentu merupakan gejala atau masalah psikologis. Dalam hal kesadaran diri, pada masa remaja para remaja mengalami perubahan yang dramatis dalam kesadaran diri mereka (self-awareness). Mereka sangat rentan terhadap pendapat orang lain karena mereka menganggap bahwa orang lain sangat mengagumi atau selalu mengkritik mereka seperti mereka mengagumi atau mengkritik diri mereka sendiri. Anggapan itu membuat remaja sangat memperhatikan diri mereka dan citra yang direfleksikan (self-image). Remaja cenderung untuk menganggap diri mereka sangat unik dan bahkan percaya keunikan mereka akan berakhir dengan kesuksesan dan ketenaran.
Inilah Masalah kesehatan mental remaja
  1. Perubahan psikoseksual Produksi hormon testosteron dan hormon estrogen mempengaruhi fungsi otak, emosi, dorongan seks dan perilaku remaja. Selain timbulnya dorongan seksual yang merupakan manifestasi langsung dari pengaruh hormon tersebut, dapat juga terjadi modifikasi dari dorongan seksual itu dan menjelma dalam bentuk pemujaan terhadap tokoh-tokoh olah raga, musik, penyanyi, bintang film, pahlawan, dan lainnya. Remaja sangat sensitif terhadap pandangan teman sebaya sehingga ia seringkali membandingkan dirinya dengan remaja lain yang sebaya, bila dirinya secara jasmani berbeda dengan teman sebayanya maka hal ini dapat memicu terjadinya perasaan malu atau rendah diri.
  2. Pengaruh teman sebaya Kelompok teman sebaya mempunyai peran dan pengaruh yang besar terhadap kehidupan seorang remaja. Interaksi sosial dan afiliasi teman sebaya mempunyai peranan yang besar dalam mendorong terbentuknya berbagai keterampilan sosial. Bagi remaja, rumah adalah landasan dasar sedangkan ‘dunianya’ adalah sekolah. Pada fase perkembangan remaja, anak tidak saja mengagumi orangtuanya, tetapi juga mengagumi figur-figur di luar lingkungan rumah, seperti teman sebaya, guru, orangtua temanya, olahragawan, dan lainnya. Dengan demikian, bagi remaja hubungan yang terpenting bagi diri mereka selain orangtua adalah teman-teman sebaya dan seminatnya. Remaja mencoba untuk bersikap independent dari keluarganya akibat peran teman sebayanya. Di lain pihak, pengaruh dan interaksi teman sebaya juga dapat memicu timbulnya perilaku antisosial, seperti mencuri, melanggar hak orang lain, serta membolos, dan lainnya.
  3. Stres di masa remaja Banyak hal dan kondisi yang dapat menimbulkan tekanan (stres) dalam masa remaja. Mereka berhadapkan dengan berbagai perubahan yang sedang terjadi dalam dirinya maupun target perkembangan yang harus dicapai sesuai dengan usianya. Di pihak lain, mereka juga berhadapan dengan berbagai tantangan yang berkaitan dengan pubertas, perubahan peran sosial, dan lingkungan dalam usaha untuk mencapai kemandirian. Tantangan ini tentunya berpotensi untuk menimbulkan masalah perilaku dan memicu timbulnya tekanan yang nyata dalam kehidupan remaja jika mereka tidak mampu mengatasi kondisi tantangan tersebut.
  4. Perilaku berisiko tinggi Remaja kerap berhubungan berbagai perilaku berisiko tinggi sebagai bentuk dari identitas diri. 80% dari remaja berusia 11-15 tahun dikatakan pernah menunjukkan perilaku berisiko tinggi minimal satu kali dalam periode tersebut, seperti berkelakuan buruk di sekolah, penyalahgunaan zat, serta perilaku antisosial (mencuri, berkelahi, atau bolos) dan 50% remaja tersebut juga menunjukkan adanya perilaku berisiko tinggi lainnya seperti mengemudi dalam keadaan mabuk, melakukan hubungan seksual tanpa kontrasepsi, dan perilaku criminal yang bersifat minor. Dalam suatu penelitian menunjukkan bahwa 50% remaja pernah menggunakan marijuana, 65% remaja merokok, dan 82% pernah mencoba menggunakan alkohol. Dengan melakukan perbuatan tersebut, mereka mengatakan bahwa mereka merasa lebih dapat diterima, menjadi pusat perhatian oleh kelompok sebayanya, dan mengatakan bahwa melakukan perilaku berisiko tinggi merupakan kondisi yang mendatangkan rasa kenikmatan (‘fun’). Walaupun demikian, sebagian remaja juga menyatakan bahwa melakukan perbuatan yang berisiko sebenarnya merupakan cara mereka untuk mengurangi perasaan tidak nyaman dalam diri mereka atau mengurangi rasa ketegangan. Dalam beberapa kasus perilaku berisiko tinggi ini berlanjut hingga individu mencapai usia dewasa.
  5. Kegagalan pembentukan identitas diri Menurut J. Piaget, awal masa remaja terjadi transformasi kognitif yang besar menuju cara berpikir yang lebih abstrak, konseptual, dan berorientasi ke masa depan (future oriented). Remaja mulai menunjukkan minat dan kemampuan di bidang tulisan, seni, musik, olah raga, dan keagamaan. E. Erikson dalam teori perkembangan psikososialnya menyatakan bahwa tugas utama di masa remaja adalah membentuk identitas diri yang mantap yang didefinisikan sebagai kesadaran akan diri sendiri serta tujuan hidup yang lebih terarah. Mereka mulai belajar dan menyerap semua masalah yang ada dalam lingkungannya dan mulai menentukan pilihan yang terbaik untuk mereka seperti teman, minat, atau pun sekolah. Di lain pihak, kondisi ini justru seringkali memicu perseteruan dengan orangtua atau lingkungan yang tidak mengerti makna perkembangan di masa remaja dan tetap merasa bahwa mereka belum mampu serta memperlakukan mereka seperti anak yang lebih kecil. Secara perlahan, remaja mulai mencampurkan nilai-nilai moral yang beragam yang berasal dari berbagai sumber ke dalam nilai moral yang mereka anut, dengan demikian terbentuklah superego yang khas yang merupakan ciri khas bagi remaja tersebut sehingga terjawab pertanyaan ’siapakah aku?’ dan ’kemanakah tujuan hidup saya?’ Bila terjadi kegagalan atau gangguan proses identitas diri ini maka terbentuk kondisi kebingungan peran (role confusion). Role confusion ini sering dinyatakan dalam bentuk negativisme seperti, menentang dan perasaan tidak percaya akan kemampuan diri sendiri. Negativisme ini merupakan suatu cara untuk mengekspresikan kemarahan akibat perasaan diri yang tidak adekuat akibat dari gangguan dalam proses pembentukan identitas diri di masa remaja ini.
  6. Gangguan perkembangan moral Moralitas adalah suatu konformitas terhadap standar, hak, dan kewajiban yang diterima secara bersama, apabila ads dua standar yang secara sosial diterima bersama tetapi saling konflik maka umumnya remaja mengambil keputusan untuk memilih apa yang sesuai berdasarkan hati nuraninya. Dalam pembentukan moralitasnya, remaja mengambil nilai etika dari orangtua dan agama dalam upaya mengendalikan perilakunya. Selain itu, mereka juga mengambil nilai apa yang terbaik bagi masyarakat pada umumnya. Dengan demikian, penting bagi orangtua untuk memberi suri teladan yang baik dan bukan hanya menuntut remaja berperilaku baik, tetapi orangtua sendiri tidak berbuat demikian. Secara moral, seseorang wajib menuruti standar moral yang ada namun sebatas bila hal itu tidak mebahayakan kesehatan, bersifat manusiawi, serta berlandaskan hak asasi manusia. Dengan berakhirnya masa remaja dan memasuki usia dewasa, terbentuklah suatu konsep moralitas yang mantap dalam diri remaja. Jika pembentukan ini terganggu maka remaja dapat menunjukkan berbagai pola perilaku antisosial dan perilaku menentang yang tentunya mengganggu interaksi remaja tersebut dengan lingkungannya, serta dapat memicu berbagai konflik.
  7. Tidak Realistis dan Tidak betanggung Jawab  Remaja yang salah penyesuaian dirinya terkadang melakukan tindakan-tindakan yang tidak realistis, bahkan cenderung melarikan diri dari tanggung jawabnya. Perilaku mengalihkan masalah yang dihadapi dengan mengkonsumsi minuman beralkohol banyak dilakukan oleh kelompok remaja, bahkan sampai mencapai tingkat ketergantungan penyalahgunaan obat terlarang dan zat adiktif. Berkaitan dengan pelepasan tangung jawab, dikalangan remaja juga sering dijumpai banyak usaha untuk bunuh diri. di Negara-negara maju, seperti Amerika, Jepang, Selandia Baru, masalah bunuh diri dikalangan remaja berada pada tingkat yang memprihatinkan. Sedangkan dinegara berkembang seperti Indonesia, perilaku tidak sehat remaja yang beresiko kecelakaan juga banyak dilakukan remaja, seperti berkendaraan secara ugal-ugalan. Hal lain yang menjadi persoalan penting dikalangan remaja disemua negara adalah, meningkatnya angka delinkuensi. Perilaku tersebut misalnya keterlibatan remaja dalam perkelahian antar sesame, kabur dari rumah, melakukan tindakan kekerasan, dan berbagai pelanggaran hukum, adalah umum dilakukan oleh remaja.

sumber : growupclinic.com

No comments:

Post a Comment